Selasa, 31 Januari 2012

Makhluk mulia... tapi

Manusia,
Jika hatinya telah mati, susah untuk mengubah tabiatnya
Walaupun ilmu bahkan peringatan sekalipun, sama sekali tak berbekas dalam benak dan hatinya.
Kasihan ia,
Tertipu oleh dirinya sendiri,
Terlena oleh kebahagiaan sesaat,
Lupa ia,
Bahwa dirinya sebenarnya adalah makhluk tak berdaya yang tak bisa hidup tanpa izin-Nya
Kadang manusia menilai apa yang terlihat,
Mendambakan yang sementara,
Dan melupakan yang abadi,
Dengan penuh kesombongan ia berjalan di muka bumi,
Saling merangkul dengan makhluk terlaknat, syetan.. Naudzubillah
Ia bukan syetan,
Derajatnya lebih tinggi,
Ia makhluk mulia, namun..
Mengapa tabiatnya seperti makhluk terlaknat (syetan) ?
Yang selalu membawa kesombongan dalam hati ?
Yang sering mengukir dengki dalam hati ?
Sadarkah ia ?
Bahwa apa yang ia banggakan tak memberi manfaat sedikitpun ?

“Para penghuni neraka menyeru para penghuni surga, “tuangkanlah (sedikit) air kepada kami atau rezeki apa saja yang telah dikaruniakan Allah kepadamu.” Mereka menjawab,”Sungguh Allah telah mengharamkan keduanya bagi orang-orang kafir.
(yaitu) orang-orang yang menjadikan agamanya sebagai permainan dan senda gurau, dan mereka telah tertipu oleh kehidupan dunia. Maka pada hari ini (kiamat), Kami melupakan mereka sebagaimana mereka dahulu melupakan pertemuan hari ini, dan karena mereka mengingkari ayat-ayat Kami.”
Q.S Al-A’raf : 50-51


Bangunlah kawan!
Dan
Mulailah menuangkan warna baru dalam hidup,
Warna suci akan kecintaan terhadap-Nya….


Senin, 30 Januari 2012

Dua Kesudahan yang Berlawanan

Tatkala masih di bangku sekolah, aku hidup bersama kedua orangtuaku dalam lingkungan yang baik. Aku selalu mendengar doa ibuku saat kepulanganku dari keluyuran dan begadang malam. Demikian pula ayahku, ia selalu dalam shalatnya yang panjang. Aku heran, mengapa ayah shalat begitu lama, apalagi jika saat musim dingin yang menyengat tulang.

Aku sungguh heran. Bahkan hingga aku berkata kepada diri sendiri,”Alangkah sabarnya mereka…. Setiap hari begitu…. Benar-benar mengherankan!”
Aku belum tahu bahwa di situlah kebahagiaan orang mukmin, dan itulah shalat orang-orang pilihan… mereka bangkit dari tempat tidurnya untuk bermunajat kepada Allah.

Setelah menjalani pendidikan militer, aku tumbuh sebagai pemuda yang matang. Tetapi diriku semakin jauh dari Allah. Padahal berbagai nasihat selalu kuterima dan kudengar dari waktu ke waktu.
Setelah tamat dari pendidikan, aku ditugaskan ke kota yang jauh dari kotaku. Perkenalanku dengan teman-teman sekerja membuatku agak ringan menanggung beban sebagai orang terasing.
Di sana, aku tak mendengar lagi suara bacaan al Qur’an. Tak ada lagi suara ibu yang membangunkan dan menyuruhku shalat. Aku benar-benar hidup sendirian, jauh dari lingkungan keluarga yag dulu kami nikmati.
Aku ditugaskan mengatur lalu lintas di sebuah jalan tol. Di samping menjaga keamanan jalan, tugasku membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan.

Pekerjaan baruku sungguh menyenangkan. Aku lakukan tugas-tugasku dengan semangat dan dedikan tinggi.
Tetapi, hidupku bagai selalu diombang-ambingkan ombak. Aku bingung dan sering melamun sendirian… banyak waktu luang… pengetahuanku terbatas.

Aku mulai jenuh… tak ada yang menuntunku di bidang agama. Aku sebatang kara. Hampir tiap hari yang kusaksikan hanyalah kecelakaan dan orang-orang yang terkena musibah. Sampai suatu hari terjadilah peristiwa yang hingga kini tak pernah kulupakan.

Minggu, 29 Januari 2012

Kisah Nyata

Seorang artis terkenal, mengadakan lawatan di salah satu negara teluk, untuk memeriahkan sebuah pesta malam di negara tersebut. bersama grupnya, ia akan menggelar konser spektakuler.
Salah seorang wanita shalihah menghubungi artis tersebut via telepon. ia akan melaksanakan tugas amar ma'ruf nahi mungkar. segera ia mencari nomor telepon kamar di hotel tempat artis itu menginap. setelah menemukannya, ia segera menghubungi. selanjutnya terjadilah dialog seperti di bawah ini:

Senin, 23 Januari 2012

Surat Cinta



Tak sengaja, saat sedang merapikan buku-buku yang tertata tak beraturan di lemari.. aku menemukan secarik kertas usang, secarik kertas yang memiliki banyak bekas lipatan, namun tulisan-tulisannya masih bisa terbaca dan terlihat jelas.. aku berhenti sejenak, lalu mulai membaca kembali surat itu, yang ternyata aku sadar bahwa itu adalah sebuah Surat Cinta.. yang membuatku semakin antusias meniti sebuah jalan mulia… kata per kata aku baca dengan perlahan sambil mengingat-ingat kembali ketika pertama kali membaca surat itu.. yakni sekitar 2 tahun yang lalu…

Sabtu, 21 Januari 2012

Ummu Habibah, Keteguhan Seorang Wanita Dalam Menjaga Agamanya

Siapa yang tak mengenal Abu Sufyan Shakh bin Harb? Nama besarnya tidak asing bagi telinga bangsa Arab saat itu. Pembesar sekaligus bangsawan Quraisy yang memiliki kedudukan, kebesaran, dan pengaruh luar biasa di tengah kaumnya.

Di saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tampil dengan membawa agama yang sempurna, maka nama Abu Sufyan tercatat sebagai salah satu pemimpin Quraisy yang sangat besar permusuhannya terhadap Islam. Dia gunakan kekuasaan untuk memberikan tekanan bahkan siksaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya agar mereka mau kembali kepada agama nenek moyang mereka. Tetapi semua itu sama sekali tidak membuat kaum muslimin gentar. Bahkan siapa yang menyangka kalau putrinya sendiri yang justru memporak-porandakan kebesaran namanya ketika sang putri meninggalkan agama berhala dan terang-terangan menyatakan keislaman dan keimanannya.

Siapakah gerangan sang putri yang dimaksud? Dialah Ummu Habibah Romlah binti Abu Sufyan Al-Qurasyiyyah radhiallahu’anha, putri Abu Sufyan yang berani meninggalkan semembahan ayah dan kaumnya lantas memilih agama Allah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika kebenaran telah tampak di hadapan matanya dan hidayah Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menerangi relung hatinya. Tidak hanya itu, kenyataan pahit harus kembali diterima Abu Sufyan ketika menantunya, Ubaidullah bin Jahsy Al-Asadi, ikut menjadi pengikut Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam musuh besarnya selama ini. Semua itu seolah-olah menjadi pukulan besar bagi Abu Sufyan. Segala upaya dia kerahkan untuk membawa putri dan menantunya kembali kepada ajaran nenek moyangnya, tetapi usahanya sama sekali tidak membuahkan hasil. Ummu Habibah radhiallahu’anha sedikitpun tidak bergeming dari prinsipnya, keimanan yang telah terhunjam di dalam hatinya tidak mampu dicabut dan digoyahkan dengan kekuatan serta badai kemarahan sang ayah. Kemurkaan Abu Sufyan kepada putri dan menantunya membuat orang-orang Quraisy ikut menunjukkan kebencian mereka. Mereka mulai melancarkan gangguan, siksaan, dan penindasan kepada keduanya. Hingga tiba saatnya Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan izin kepada kaum muslimin untuk hijrah menuju Habasyah. Ummu Habibah radhiallahu’anha dan suaminya ikut masuk dalam barisan kaum muslimin yang hijrah. Mereka meninggalkan Mekah dan pergi menuju Habasyah, negeri asing di seberang untuk menyelamatkan agama dan keimanan mereka.

Sebuah ujian telah terlewati, Ummu Habibah radhiallahu’anha telah berhasil selamat dari penindasan kaumnya dan lepas dari jerat sang ayah. Udara kebebasan mulai dia rasakan. Kehidupan baru segera dia jelang bersama suaminya tercinta. Tetapi… Hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala Dzat yang berkuasa mengatur kehidupan hamba-Nya, tidak ada seorang pun yang mampu menebak ketetapan yang menjadi rahasia di sisi-Nya, dan tidak ada pula yang sanggup menolak takdir yang telah dituliskan-Nya. Tiba saatnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berkehendak untuk kembali mendatangkan cobaan yang menguji keimanan dan kesabarannya. Suatu malam ketika Ummu Habibah radhiallahu’anha telah terlelap di atas pembaringan, dia bermimpi melihat suaminya, Ubaidaullah bin Jahsy, dalam keadaan dan rupa yang amat buruk. Ummu Habbibah radhiallahu’anha terbaungan dengan perasaan terguncang dan khawatir. Dia menyimpan mimpi buruknya dan tidak menceritakannya kepada siapapun termasuk suaminya. Keesokan harinya, apa yang dia khawatirkan menjadi kenyataan. Suaminya keluar dari Islam dan menjadi seorang Nasrani. Suami yang dicintainya, suami yang menemaninya berjuang mempertahankan agama, dan suami yang bersamanya melewati masa-masa mencekam di Mekah hingga sampai pada suasana aman di Habasyah.
Tetapi kini… Maha suci Allah Subhanahu wa Ta’ala yang membolak-balikkan hati hamba-Nya. Dzat yang Maha Kuasa atas segala sesuatu yang telah berfirman dalam kitab-Nya,
إِنَّكَ لاَتَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللهَ يَهْدِي مَن يَشَآءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ  
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashahs: 56)


Mengenal Keutamaan Sahabat Nabi

Pembaca yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, mendalami dan mempelajari kisah-kisah salafush shalih (generasai awal Islam) serasa mengarungi lautan yang tak bertepi. Berbagai keunikan dan fenomena hidup telah mereka jalani. Kewajiban orang-orang belakangan adalah memetik pelajaran dari perjalanan kehidupan mereka, bersegera meraih kebaikan-kebaikan mereka, dan mengambil ibrah (pelajaran) dari peristiwa pahit yang menimpa mereka. 

Pembaca yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, pembahasan kita akan tertuju pada generasi terbaik umat ini. Merekalah manusia-manusia terbaik yang Allah Subhanahu wa Ta’ala pilih untuk menemani Rasul-Nya yang mulia. Mereka telah mengemban tugas berat untuk menumbangkan berhala, mengikis habis kesyirikan dan hanya mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Merekalah lentera kehidupan, figur panutan dan sanadnya syari’at. Musuh-musuh Islam merasa gentar dengan kegigihan para sahabat. Karena syahid di medan jihad adalah salah satu tujuan hidup mereka, kemuliaan tetap mereka dapatkan baik hidup maupun mati. Seorang bijak menuturkan “Tirulah, sekalipun kalian tidak bisa seperti mereka. Karena meniru orang-orang yang mulia adalah keberuntungan.”  

~Ikhwan dan Akhwat sejati~

IKHWAN SEJATI
Seorang remaja pria bertanya pada ibunya, ”Ibu, ceritakan padaku tentang ikhwan sejati!” Sang Ibu tersenyum dan menjawab… 
Ikhwan Sejati bukanlah dilihat dari bahunya yang kekar, tetapi dari kasih sayangnya pada orang disekitarnya. 

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari suaranya yang lantang, tetapi dari kelembutannya mengatakan kebenaran. 

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari jumlah sahabat di sekitarnya, tetapi dari sikap bersahabatnya pada generasi muda bangsa. Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari bagaimana dia di hormati di tempat bekerja, tetapi bagaimana dia dihormati di dalam rumah. 

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari kerasnya pukulan, tetapi dari sikap bijaknya memahami persoalan. 

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari dadanya yang bidang, tetapi dari hati yang ada dibalik itu. 

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari banyaknya akhwat yang memuja, tetapi komitmennya terhadap akhwat yang dicintainya.

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari jumlah barbel yang dibebankan, tetapi dari tabahnya dia mengahdapi lika-liku kehidupan. 

Ikhwan Sejati bukanlah dilihat dari kerasnya membaca Al-Quran, tetapi dari konsistennya dia menjalankan apa yang ia baca. 

Setelah itu, sang remaja pria kembali bertanya. Siapakah yang dapat memenuhi kriteria seperti itu, Ibu ? Sang Ibu memberinya buku dan berkata… Pelajari tentang dia. Ia pun mengambil buku itu, MUHAMMAD, judul buku yang tertulis di buku itu.
AKHWAT SEJATI
Seorang gadis kecil bertanya pada ayahnya, “Abi ceritakan padaku tentang akhwat sejati?” Sang ayah pun menoleh sambil kemudian tersenyum. 

Anakku… Seorang akhwat sejati bukanlah dilihat dari kecantikan paras wajahnya, tetapi dilihat dari kecantikan hati yang ada di baliknya. 

Akhwat sejati bukan dilihat dari bentuk tubuhnya yang mempesona, tetapi dilihat dari sejauh mana ia menutupi bentuk tubuhnya. 

Akhwat sejati bukan dilihat dari begitu banyaknya kebaikan yang ia berikan tetapi dari, keikhlasan ia memberikan kebaikan itu. 

Akhwat sejati bukan dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya, tetapi dilihat dari apa yang sering mulutnya bicarakan. 

Akhwat sejati bukan dilihat dari keahliannya berbahasa, tetapi dilihat dari bagaimana caranya ia berbicara. Sang ayah diam sejenak sembari melihat ke arah putrinya.“Lantas apa lagi Abi?” sahut putrinya. Ketahuilah putriku… Akhwat sejati bukan dilihat dari keberaniannya dalam berpakaian tetapi dilihat dari sejauh mana ia berani mempertahankan kehormatannya. 

Akhwat sejati bukan dilihat dari kekhawatirannya digoda orang di jalan, tetapi dilihat dari kekhawatiran dirinyalah yang mengundang orang jadi tergoda. 

Akhwat sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujian yang ia jalani, tetapi dilihat dari sejauhmana ia menghadapi ujian itu dengan penuh rasa syukur. 

Dan ingatlah… Akhwat sejati bukan dilihat dari sifat supelnya dalam bergaul, tetapi dilihat dari sejauhmana ia bisa menjaga kehormatan dirinya dalam bergaul.

Setelah itu sang anak kembali bertanya, “Siapakah yang dapat menjadi kriteria seperti itu, Abi?” Sang ayah memberikannya sebuah buku dan berkata, “Pelajarilah mereka!” Sang anakpun mengambil buku itu dan terlihatlah sebuah tulisan “Istri Rasulullah”. (Muslimah Sholihah) 

Sumber: http://achoey.wordpress.com/2007/12/04/ikhwan-akhwat-sejati/